Senin, 17 Januari 2011

KEBUDAYAAN IRIAN JAYA

KEBUDAYAAN PENDUDUK PANTAI UTARA IRIAN JAYA
ringkasan dari buku Koentjoroningrat
1. Identifikasi
Kebudayaan penduduk Irian Jaya tidak merupakan suatu kesatuan, tapi beraneka ragam. Pada umumnya dapat dibedakan dari penduduk cendrawasih, penduduk rawa-rawa di daerah pantai utara, penduduk pegunungan Jaya Wijaya, penduduk di sungai dan rawa di bagian selatan dan penduduk daerah sabana di bagian selatan. Dan ada pula berbagai daerah kebudayaan yang berbeda di Papua Nugini.
Ada bahasa Irian Jaya yang termasuk keluarga bahasa Melanesia, disamping itu ada juga bahasa Irian. Keluarga bahasa-bahasa Irian tersebut dapat dibagi menjadi beberapa keluarga khusus dan yang satu dengan yang lain tak ada sangkut pautnya. Terutama Irian Jaya bagian Teluk Cendrawasih dan daerah pantai utara. Di daerah tersebut ada bahasa yang hanya diucapkan 100 orang bahkan ada bahasa yang lebih kecil lagi.
Gejala aneka warna extrem dari kebudayaan di Irian itu dapat dikembalikan jauh ke dalam zaman Prehiston, bangsa yang asal dari daerah yang satu dengan yang lain berbeda, datang dan menduduki pulau untuk tetap tinggal terpisah satu dengan yang lain karena isolasi geografis. Karena itu orang Mimika, orang Asmat atau orang Marindanim, pada dasarnya amat berbeda dengan orang Mori atau orang Dani di Pegunungan Jaya Wijaya, atau dengan orang Biak atau dengan orang Waropen di Teluk Cendrawasih dan amat berbeda pula dengan orang Tor atau orang Bgu di daerah pantai utara.
Sebagian dari penduduk desa-desa pantai tersebut mula-mula berasal dari daerah –daerah pegunungan di pedalaman. Banyak di mereka telah turun ke pantai sejak lebih dari 3 perempat abad yang lalu. Gerak migrasi penduduk ke arah hilir sungai-sungai yang sampai sekarang masih berlangsung terus menerus. Adapun arah perpindahan seperti orang Mander, Bonerif, Biyu, Daranto, Segeir, Bora-bora, Waf dan lain lain memang mengikuti arah aliran sungai.
2. Angka-angka dan Fakta-fakta Demografis
Diantara ke-24 desa tempat tinggal penduduk pantai utara tersebut ada pula desa yang jumlah penduduknya 40 orang . teapi ada pula yang jumlah penduduknya 300 orang. Seluruh jumlah penduduknya adalah 4553 orang, dan bila dibandingkan jumlah penduduk sebelum PD II bahwa penduduk jumlahnya justru berkurang.
3. Bentuk Desa dan Pola Perkampungan
Rumah di desa Daerah Pantai Utara merupakan suatu bangunan persegi panjang. Di atas tiang-tiang dengan tinggi keseluruhan adalah 4,50 meter, dengan didalamnya satu-dua ruangan lain untuk tempat tidur. Rangka rumah dibuat dari balok-balok dengan tali rotan; dinding-dinding terbuat / terdiri dari tangkai-tangkai kering lurus panjang dari daun sagu yang disusun sejajar rapi dan diikat dengan tali rotan juga, dinding tersebut dengan nama Ambon-nya dinding gaba-gaba. Lantai terdiri dari srip-strip panjang dari kulit pohon bakau, yang disusun rapi dan bercelah hampir 1 meter yang bisa menjobloskan kaki. Penempatan rumah baru menurut adat istiadat Pantai Utara pada umumnya memerlukan pesta besar, bernama nuanyadedk dengan adanya penukaran pemberian antara kerabat isteri si penghuni dengan kerabatnya sendiri yang menjadi tamu pada upacara tersebut.
4. Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian hidup orang Bgu adalah meramu sagu (pom). Dahulu rupanya ada kelompok kekerabatan unilineral yang menduduki suatu wilayah tertentu yang mempunayi konsep yang tegas mengenai batas-batas hutan sgunya, tapi lambat laun kedepan orang-orang melupakan batas-batas tersebut. Yang menjadi pegangan orang ialah hutan dimana ayahnya biasa mengambil sagu. Pohon setelah tumbang dikuliti dan terasnya yang penuh sagu dipikul dengan sebuah alat dalam bahasa Bgu disebut dengan Tongkiya. Tepung sagu basah yang telah dicuci diremas dengan alat peremas (kaemrun) yang dibuat dari pohon sagu. Dan sagu tersebut dimasukkan dalam karung-karung (saipin) atau dalam wadah (bae) yang dibuat dari daun nibung.
Sagu biasanya dimakan sebagai bubur (as) atau roti bakar (kaus) dengan lauk pauk dagin, ikan, kadang-kadang sayur mayur. Di daerah pedalamn di Tor, pekerjaan mencari sagu adalah pekerjaan wanita dan tidak pantas orang laki-laki turut campur dalam urusan sagu.
Pada penduduk Pantai Utara, mencari ikan merupakan mata pencaharian yang sama pentingnya dengan mencari sagu. Dalam aktivitasnya mencari binatang kerang, udang, kepiting, binatang pantai, kura-kura, dan sebagainya , semuanya dimakan sebagai lauk pauk pada bubur atau roti bakar. Teknik menangkap ikan dengan tombak, jala buatan sendiri, dengan perangkap ikan atau meracun air pada orang Mentawai itu sangat lazim.
Berburu adalah juga mata pencaharian yang penting, tetapi yang eksklusif dilakukan oleh orang laki-laki. Binatang yang diburu terutama babi, tapi kadang soa-soa, kanguru, sampai binatang kecil seperti tikus, kadal, ular, kelelawar, burung kasuari, dan lain-lain.
Berkebun juga suatu mata pencaharian bagi mereka tapi sifatnya sebagai sambilan.
Produksi di Pantai Utara Irian Jaya dimuali hampir ½ abad yang lalu, waktu penduduk pulau masih dipaksa untuk bekerja bakti dalam tahun 1920 oleh Belanda. Produksi kopra dikerjakan dengan sangat sederhana. Orang hanya menunggu kelapa jatuh, dibelah dan lalu diambil isinya di tempat. Sesudah tahun 1962, produksi kopra sudah amat mundur dan masalah terbesarnya adalah transport yang efektif.
5. Sistem Kekerabatan
Suatu rumah didiami oleh keluarga-batih. Ayah, ibu, menantu, cucu, atau saudara perempuan isteri dengan suaminya. Seorang kepala keluarga batih tercatat dalam buku gereja yang juga merupakan register desa dengan nama Kristen.
Kalau mereka hendak menikah ada syarat yang penting yaitu mengumpulkan mas kawin atau krae. Yang terdiri dari rangkaian kerang dengan hiasan kerang bundar disebut sebkos (bulan) sebuah kalung dari bitem, tali kulit kayu yang disebut weimoki. Adapun benda toko antara lain piring, perabot dapur bahan makanan kaleng. Selain benda-benda tersebut suatu krae jugaditambah dengan uang.
6. Hidup Berkomunikasi dan Pimpinan desa
Desa di Pnatai Utara Irian Jaya menunjukkan suatu kehidupan berkomuniti yang lesu dan sifat apatis yang menyedihkan. Penyakit kronis yang menghinggapi kehidupan komuniti di desa pantai di distrik pantai utara adalah penyakit tak ada kepemimpinan. Dan sebabnya adalah tak ada tenaga pemimpin, gejala migrasi, dan karena tak adanya upacara yang memelihar kesatuan dan rasa identitas diri komuniti sejak 1920.
Kemudian pemerintah Belanda mengangkat ondowafi sebagai pejabat resmi dan korano. Ondowfi ialah orng yang ahli dalam adat istiadat. Korano ialah orang yang tugasnya membantu pemerintahan yang melek huruf dan mempunyai hubungan dengan orang luar. Menurut analisa ahli antropologi bernama M. Mead masyarakat Irian adalah suku bangsa Arapesh yang mempunyai sifat berjiwa individualis.
Karena pada dasarnya aktivitas-aktivitas mereka tidak membutuhkan gotong royong, hampir dalam segala hal dilakukan dalam batas kekeluargaan tertentu. Pada umumnya adat gift exchange itu merupakan rasa bersaing dan wajib balas bukan rasa menolong atau rela memberi.
7. Religi
Walau secara resmi penduduk Pantai Utara beragama Kristen, namun dunia gaib dan akhirat masih banyak dari religi yang asli. Dalam kehidupan masyarakat penduduk desa-desa pantai utara tidak ada upacara keagamaan besar-besaran yang makan banyak biaya, tenaga, dan yang mengembangjan secara luas hubungan antara kelompok satu-satunya upacara keagamaan adalah upacara ibadah yang dilakukan penduduk dalam gereja, tiap hari Minggu dan tiap hari besar Nasrani. Dalam hal menengobservasi pengunjung gereja yang tiap-tiap hari Minggu sering berganti orangnya. Orang mendengarkan khotbah, ikut menyanyi, ikut doa, tetapi semuanya dilakukan seolah-olah seperti pekerjaan rutin dengan perasaan yang kosong.
8. Masalah Pembangunan dan Modernisasi
Pembangunan dan modernisasi di daerah Pantai Utara Irian Jaya dapat dimulai dari usaha memperbaiki sektor produksi kopra rakyat. Untuk hal itu rupanya ada beberapa rintangan mental:
1. sifat individualisme sangat besar
2. sifat tak berdisiplin daripada warga masyarakat yang amat menyolok
3. kebiasaan menentang pergantian dan pergolakan zaman
4. taraf pendidikan yang terlampau amat rendah (fikreatif)



sumber :  http://esteemje.blogspot.com/2007/12/kebudayaan-penduduk-pantai-utara-irian.html

KEBUDAYAAN INDIA

Budaya India


INDIA dikenal sebagai negara yang memiliki ragam sejarah. Banyak tempat di India terdaftar sebagai situs warisan dunia karena pentingnya budaya mereka. Berikut, sejumlah situs sejarah yang wajib Anda kunjungi saat bertandang ke India.

1. Taj Mahal

Taj Mahal terletak di Agra, di negara bagian Uttar Pradesh, sekitar 200 kilometer (125 mil) dari Delhi. Dari kejauhan, Taj Mahal tampak seperti alat tenun dongeng dari tepi Sungai Yamuna. Tempat ini sebenarnya sebuah makam yang berisi jenazah istri kaisar Mughal Shah Jahan, Mumtaz Mahal. Tempat ini dibangun sebagai kode cinta Mughal Shah Jahan kepada sang istri.

Bangunan yang menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia ini dibangun pada tahun 1630. Pembangunannya membutuhkan waktu 22 tahun dan 20.000 pekerja. Taj Mahal buka setiap hari kecuali hari Jumat, mulai pukul 6.00 hingga 19:00 waktu setempat.

2. Hampi

Hampi berada di Karnataka, sekitar 350 kilometer (217 mil) dari Bangalore. Hampi pernah menjadi ibukota terakhir Vijayanagar, salah satu kerajaan Hindu terbesar dalam sejarah India. Tempat ini memiliki beberapa reruntuhan yang sangat menawan. Bangunannya berupa batu-batu besar di seluruh lanskapnya.

Reruntuhannya yang dibangun sejak ke abad ke-14 memanjang sejauh lebih dari 25 km (10 mil). Lebih dari 500 monumen di sepanjang reruntuhan itu. Tempat ini dibuka tiap hari dari pukul 08.30 hingga 17.30 waktu setempat. Untuk melihat keseluruhan reuntuhan tidak dikenai tiket. Namun, Anda akan dikenai biaya 5 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp45 ribu untuk melihat kuil Vittala dan kuil Gajah.

3. Kuil Khajuraho
Kuil Khajuraho terletak di utara Madhya Pradesh, sekitar 620 kilometer (385 mil) tenggara Delhi. Kuil ini merupakan bukti bahwa Kama Sutra berasal dari India. Di sini Anda akan melihat Erotika berlimpah dengan lebih dari 20 kuil yang ditujukan untuk seksualitas dan seks serta candi-candi yang paling terkenal dengan patung erotis. Namun, candi-candi itu menunjukkan sebuah perayaan cinta, kehidupan, dan ibadah.

Mereka juga menyediakan penglihatan tak terbatas ke dalam keyakinan Hindu kuno dan praktik Tantra. Kuil Khajuraho buka setiap hari dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Harga tiket ini yakni 5 dolar Amerika Serikat.

4. Gua Ajanta dan Ellora
Kedua gua ini terletak di utara Maharastra, sekitar 400 kilometer (250 mil) dari Mumbai. Yang mengagumkan adalah 34 gua batu bukit yang diukir dengan teliti. Gua-gua itu berasal dari Abad ke-6 hingga ke-11 Masehi.

Uniknya, ukiran itu dibuat dengan tangan, palu, dan pahat. Gua Ajanta buka setiap hari kecuali hari Senin sedangkan gua Ellora tutup hari Selasa. Untuk memasuki gua Ajanta dikenakan biaya US$10 (sekitar Rp90.000) sedangkan Gua Ellora dikenakan biaya US$5 (sekitar Rp 45.000)

5. Fatehpur Sikri
Fatehpur Sikri terletak 40 km (25 mil) dari Agra, di Uttar Pradesh. Fatehpur Sikri dulunya ibukota kebanggaan Kekaisaran Mughal pada abad ke 16. Fatehpur Sikri sekarang berdiri kosong sebagai kota hantu namun terjaga dengan baik. Tempat ini telah ditinggalkan oleh penghuninya karena pasokan air tidak mencukupi

Sumber: http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/polkam/2010/05/17/18062/Pesona-Budaya-India